SEJARAH DAN CERITA DESA
MOJOPUROGEDE
BUNGAH GRESIK
BUNGAH GRESIK
Desa mojopurogede adalah desa
yang terletak dibagian barat kecamatan bungah wilayahnya cukup luas dan terbagi
menjadi 6 pedukuhan. Dimana setiap dukuannya mempunyai sejarah dan latar
belakang yang berbeda-beda tetapi menjadi satu kesatuan desa Mojopurogede.
Adapun dukuhan tersebut antara lain :
1.
Kaweden
Pada zaman
dahulu seorang pelancong Cina bernama Dampu Awang ia dating kekerajaan siliwangi bermaksud
untuk meminta bibit padi untuk ditanam, setelah sampai di siliwangi permintaan
Dampu Awangditolak oleh kerajaan siliwangi dengan alas an untuk ditanam sendiri
di Kerajaan Siliwangi, karena itu Dampu Awang kembali dengan hati kecewadan
dalam hati Dampu tersirat dendam, karena dendam dampu awing tidak pulang, ia
pergi kesebuah bukit untuk mencari kesaktian, setelah beberapa waktu ia peroleh
kipas ajaib. Dampu Awang pun siap untuk mem,balas dendam dengan mngibaskan
kipasnya ke tanaman padi kerajaan Siliwangi. Tanaman padi pun rusak dan krajaan
Siliwang gagal panen. Dampu merasa lega hatinya, tapi ia pun takut akan dikejar
oleh pasukan kerajaan Siliwangi. Akhirnya ia pun memasang layer dan perahunya
dengan perasaan takut ia dayung perahunya dengan kencang tanpa tujuan yang
pasti. Akhirnya Dampu Awang berlabuh di sebuah tempat yang ia namakan tempat
itu menjadi KAWEDEN ia bermukim disana sampai akhir hayatnya dan dimakamkan
disana yang sekarang menjadi bagian wilayah Mojopurogede, yaitu dukuhan
KAWEDEN.
2.
Bangun Rejo
Dukuhan ini
sebelum tahun 1980-an disebut TAWING, di sebut Tawing karena ada jenazah yang
terdampar dan terjepit dalam bebatuan. Jenazah itu diduga berasal dari Cina,
karena kesulitan untuk mengambilnya maka jenazah dalam bebatuan itu ditumbuhi
tanah, sehingga batunya diberi nama Tawing. Diduga Tawing itu adalah nama dari
jenazah tersebut. Batu itu semakin tahun semakin membesar dan jenazah tersebut
akhirnya jadi makhluk halus penunggu batu tersebut. Siapapun yang dating
mengambil batu atau rumput harus terlebih dahulu meminta izin kepada penunggu
tersebut, kalau tidak bias jadi orang yang mengambil bisa sakit dan bahkan
meninggaldunia. Agar penduduk sekitar batu tersebut tidak berlarut-larut dalam
ketakutan yang menjadikan daerah tersebut sepi, maka setelah tahun 1980-an oleh
kepala desa ke v dukuhan Tawing diganti namanya menjadi dukuhan Bangun Rejo
yang bertujuan supaya masyarakatnya bisa membangun keramaian
3.
Jeraganan
Dukuhan
jeraganan berasala dari kata JERAGAN. Pada zaman dahulu ada saudagar kaya raya
dari Sangkapura/ Bawean berlabuhdi dukuhan pinggiran sebelum jadi kening. Ia
ingin minta api ke rumah penduduk untuk menyalakan rokok, kebetulan yang
dimintai api tersebut adalah putrid sonia yang cantik jelita kaya raya dan
sakti. Ia berikan api kepada saudagar kaya raya tersebut(Raden Zaeni) dengan
posisi terbalik posisi api yang dipegang oleh seorang putrid itu dan yang tidak ada apinya itu diberikan,
melihat kejadian itu Raden Zaini tertegun dan heran, ia pandang putrid sonia
dan iapun langsung jatuh hati pada sang putrid, rupanya kedua saudagar kaya
raya tersebut saling jatuh hati dan akhirnya menetap disini dan keduanya
meninggal dan dimakamkan di daerah dataran tinggi. Sehingga tempat
dimakamkannya dua insan tersebut dikenal dengan JERAGANAN sampai sekarang makam
tersebut terawatt dengan baik, dan banyak dikunjungi oleh para peziarah.
4.
Kening
Dukuhan ini
dulunya disebut PINGGIRAN, dukuhan ini terkenal sebagai tempat santri karena
ada pesantren. Yang diasuh oleh Kiyai Marzuki, suatu hari ada seorang santri
yang terserang penyakit gatal-gatal yang tak kunjung sembuh. Ia terkucil dan
dijauhi teman-temannya, dan ia hamper kehilangan kesabarannya kemudian ia sowan
pada kiyai untuk minta dijadikan apa saja asal bisa mengabdi kepada Allah,
melihat yang demikian sang kiyai langsung mengabulkan permintaannya, akhirnya
sang kiyai menyuruhnya masuk kedalam sumur belakang ndalem untuk bertapa, tak
lama kemudian terjadi banjir besar dan sumur itu tertutup dengan air, akhirnya
sang kiyai teringat santrinya yang ada dalam sumur sang kiyaipun mencari
kedalam sumur dan ditemukannya santrinya jadi buaya berwarna kuning, dan
akhirnya berujar “ kalau kamu benar santriku serahkan ekormu untuk dipotong”,
karena sangat taatnya sang santri pada kiyainya ekornyapun diserahkan pada
kiyainya dan akhirnya dipotonglah ekornya dan menamakan dukuhan tersebut
menjadi dukuhan KENING dan perpesan agar tidak mengganggu / memakan masyarakat
kening dan keturunannya, sampai sekarang yang masih ada keturunan kening tidak
akan dimakan oleh buaya.
5.
Kalitebon
Kalitebon ini
tidak mempunyai sejarah yang kuat sebab dinamakan kalitebon karena zaman dahulu
setiap penduduk membuat lobangan (kali) untuk memnuhi kebutuhan air, air itu
tidak untuk kebutuhan sehari-hari saja tapi juga untuk menyiram tanaman jagung
disekitar kali itu sehingga ahkirnya dukuhan ini dikenal dengan dukuhan
KALITEBON.
6.
Pelamping
Dukuhan
pelampang adalah dusun paling ujung selatan desa mojopurogede penduduknya
sangat sedikit karena wilayahnya sempit termakan oleh arus sungai bengawan
solo. Meskipun masyarakatnya sedikit mereka tidak kompak dan mudah terpecah
belah. Sehingga orang jawa mengatakan “ wong kene iki mampang-mampang” (mokong)
sehingga dusunnya disebut PELAMPANG.
Keenam dukuhan
tersebut menjadi satu kesatuan dalam wadah MOJOPUROGEDE. Mojopurogede artinya
“memujua di pura yang besar” karena sebelum Islam daerah ini sudah di huni
penduduk hindu budha dengan bukti banyak patung dan arca disini yang sudah
terpendam.
|
Ralat bahwa makam di situ sebenarnya hanya sebuah petilasan
BalasHapusMakam yg mana ya
Hapus