SEJARAH DAN CERITA DESA KISIK
BUNGAH GRESIK
Kurang lebih 400
tahun yang lalu, ada sekelompok masyarakat yang bermukim di lereng gunung
pentung di situ terdapat pantai pesisir laut Jawa. Karena tempat tersebuta
banyak hutan pohon jarak sehingga masyarakat yang berdiam di tempat ini memberi
nama Karang Jarak dan lama kelamaan pantai tersebut mengalami
pendangkalan yang disebabkan endapan lumpur Bengawan Solo sehingga terbentuklah
sebuah daratan yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan oleh penduduk Desa baik
sebagai lahan pertanian maupun tempat pengembanganpemukiman. Karena endapan
lumpur ini merupakan campuran dari endapan lumpur pantai dan endapan lumpur
bengawan solo maka tanah di situ dinamakan tanah Gisik asal dari kata Gasik (Jawa). Dan
dengan pengembangan pemukiman penduduk tanah gisiktersebut dijadikanoleh
masyarakat sebagai tempat pemukiman baru yang di beri nama Kisik,
kemudian digabungkan menjadi DESA KISIK KARANG JARAK.
Menurut cerita
leluhur Desa Kisik Karang Jarak, ketika disebelah utara Desa masih jadi pantai,
ada musafir yang singgah di wilayah Desa Karang Jarak beliau adalah Waliyulloh
Mbah Sayyid Iskandar Idris dan Mbah Sayyid Abdulloh. Beliau datang ke wilayah
ini melalui lautan. Menurut cerita, awalnya beliau datang ke wilayah ini
bertempat di dataran tinggi sekitar 500 m dari Desa Karang Jarak, dengan tujuan
menyebarkan agama Islam. Dalam perkembangannya di tempat ini beliau mendirikan
langgar (Mushollah) untuk pengembangan agama, hal ini terbukti dengan
peninggalan beliau yang berupa pohon Randu yang oleh masyarakat dinamakan Randu
Langgar karena pohon tersebut bersebelahan dengan langgar dan sampai sekarang
pohon tersebut masih ada.
Kemudian tidak
diketahui sebabnya kedua musafir ini pindah ke tempat yang lebih dekat dengan
Desa Kisik Karang Jarak kira-kira 75 m dari Desa Kisik Karang Jarak, kemudian
di tempat ini beliau mendirikan tempat ibadah semacam Musholla untuk
mengembangkan agama dan pada masa pengembangan ini beliau berhasil mempunyai
banyak santri hal ini terbukti banyaknya makam islam yang diyakini sebagai makam
santri. Makam-makam tersebut berada di sekitar makam Mbah Sayyid Iskandar Idris
dan Mbah Sayyid Abdulloh.
Menurut cerita, Mbah
Sayyid Iskandar ini berasal dari daerah Derajat Paciran Lamongan, adapun Mbah
Sayyid Abdulloh berasal dari Madura beliau adalah menantu dari Mbah Sayyid
Iskandar Idris. Dan dalam masa ini beliau berencana mendirikan sebuah masjid.
Namun adanya suatu hal yang tidak sesuai dengan harapan beliau maka rencana
tersebut tidak bisa dilaksanakan. Hal ini terbukti dengan adanya bahan bangunan
masjid yang berupa batu merah yang masih utuh dan sampai sekarang masih ada.
Dan pada masa beliau
ada sebuah kejadian yang menarik, hal ini diutarakan oleh Mbah Bakir dari
Rengel Tuban. Beliau ini termasuk anak cucu dari Mbah Sayyid Iskandar Idris.
Beliau menceritakan bahwa pada waktu Mbah Sayyid Iskandar Idris menulis sebuah
kitab kemudian tinta beliau tumpah karena keistimewaan karomah beliau, tinta
tersebut berubah menjadi sendang yang mengeluarkan air bersih yang sangat
jernih dan deras mata airnya karena keistimewaan tinta tersebut, air yang ada
di sendang ini warnanya jernih kebiru-biruan. Sendang tersebut dikenal oleh
masyarakat Kisik Karang Jarak dengan sebutan Telaga Biru dan sampai saat ini
keberadaan sendang tersebut masih ada yaitu disebelah timur pemukiman penduduk.
Konon pada suatu
waktu ada penduduk Desa Kisik yang menunaikan ibadah Haji ketika dia mau
berangkat haji, beliau mengambil air sendang tersebut setelah sampai di
Makkatul Mukarromah air yang asalnya jernih kebiruan berubah menjadi biru
seperti tinta. Pada awalnya sumber mata air tersebut sangat deras sekali
sehingga mampu dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar baik untuk mandi, irigasi,
pertanian dan lain-lain. Tapi karena kurangnya perawatan dan termakan oleh usia
sendang tersebut mengalami pedangkalan sehingga sumber mata air tersebut sangat
berkurang sekali dan tidak dapat dimanfaatkan untuk irigasi pertanian dan
lain-lain.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar